TELEGRAFNEWS—Terkait hiliriasi mineral, PLN siap mendukung itu lewat kepercayaan untuk menyuplai daya listrik sebesar 1.026 megavolt ampere (MVA), ke lima pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter di Pulau Sulawesi. Langkah ini guna mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk tambang dalam negeri lewat hilirisasi mineral.
Pasokan listrik yang andal, berkualitas, dan berharga kompetitif telah dirasakan oleh PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI) yang kembali menambah daya sebesar 90 MVA melalui penandatanganan surat perjanjian jual beli tenaga listrik (SPJBTL) dengan PLN pada Selasa, 5 April 2022.
Pada kesempatan yang sama, empat perusahaan smelter juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) penyambungan baru konsumen tegangan tinggi smelter dengan PLN dengan total daya 936 MVA. Keempatnya adalah PT Celebessi Metalindo Utama (CMU), PT Buttatoa Smelter Pratama (BSP), PT COR Industri Indonesia, dan PT Industri Smelter Nusantara (ISN).
Direktur Bisnis Regional Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua PLN Adi Priyanto menyatakan, smelter merupakan salah satu proyek strategis untuk mendukung hilirisasi mineral di Indonesia. Karena itu, PLN berkomitmen memenuhi kebutuhan listrik dan memberikan pelayanan terbaik untuk industri smelter.
“Industri smelter merupakan hilirisasi mineral yang membutuhkan energi listrik yang sangat besar dan PLN siap memenuhinya dengan pasokan listrik yang andal, berkualitas, dan harga yang kompetitif,” ujarnya.
Adi menuturkan, keandalan listrik PLN dapat terbukti dengan terus meningkatnya permintaan tambah daya listrik dari HNI. Awal kerja sama PLN dengan HNI yang terjalin pada Agustus 2018 berupa pasokan listrik sebesar 40 MVA dari PLN, dan terus meningkat hingga saat ini mencapai 220 MVA.
Melalui SPJBTL yang diteken hari ini, HNI akan mendapat tambahan daya sebesar 90 MVA pada Desember 2022. “Selain itu, HNI juga berkomitmen pada Maret 2023 untuk kembali menambah daya listrik sebesar 30 MVA, sehingga total kapasitas terpasang pada Maret 2023 menjadi 340 MVA,” terang Adi.
Ia memprediksi kebutuhan listrik di Sulawesi bakal kian meningkat seiring pertumbuhan industri di wilayah tersebut, termasuk untuk industri smelter. Kebutuhan listrik untuk fasilitas smelter di Sulawesi diproyeksikan lebih dari 6.000 MVA.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya permintaan suplai daya dari sejumlah perusahaan smelter pada hari ini yaitu, PT Celebessi Metalindo Utama dengan kebutuhan daya 450 MVA, PT Buttatoa Smelter Pratama sebesar 236 MVA, PT COR Industri Indonesia sekitar 180 MVA, dan PT Industri Smelter Nusantara (ISN) sebesar 70 MVA.
Direktur Utama PT Huadi Nickel Alloy Indonesia Jos Stefan Hideky menyampaikan bahwa kehadiran smelter terbukti mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kebutuhan listrik yang andal dan berkualitas dari PLN diharapkan dapat terus berlanjut.
“Harapan kami, PJBTL ini bisa menjadikan kerja sama semakin baik lagi ke depan,” tuturnya.
Dia pun memaparkan, semenjak HNI mulai memproduksi feronikel, pertumbuhan ekonomi di Bantaeng tumbuh dua digit, 12 persen.
“Bahkan tahun lalu Bantaeng mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sulawesi Selatan,” kata Jos.
Direktur Utama PT Celebessi Metalindo Utama Teddy M.I. Haykal turut mengakui jika listrik untuk industri smelter ibarat nafas. Untuk itu, perusahaannya memilih untuk mendapatkan pasokan listrik dari PLN setelah melalui pertimbangan yang cukup lama.
“Setelah melakukan pertimbangan, kami memutuskan bersinergi dengan PLN. Terima kasih, terutama untuk PLN, yang telah meyakinkan kami bahwa penyediaan tenaga listrik untuk smelter didukung sepenuhnya,” papar Teddy.
Siap Pasok Energi Hijau
Adi juga memastikan bahwa PLN siap memenuhi kebutuhan listrik industri smelter di Sulawesi dengan energi hijau. Terlebih, potensi EBT di wilayah Sulawesi terbilang sangat melimpah, mulai dari sumber daya air, panas bumi, tenaga bayu, dan lainnya.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN akan mengembangkan pembangkit sebesar 783,09 MW di wilayah Sulawesi. Sebagian besar berasal dari pembangkit EBT yang mencapai 397 MW atau 51 persen. Sedangkan sisanya adalah pembangkit fosil sebesar 386 MW atau 49 persen.
“Kebutuhan listrik di wilayah Sulawesi saat ini sebagian telah dipenuhi oleh pembangkit listrik berbasis EBT,” ungkap dia.
PLN juga memiliki produk renewable energy certificate (REC) yang dapat dimanfaatkan pelanggan untuk pemenuhan target penggunaan energi terbarukan yang transparan dan diakui secara internasional. Produk ini merupakan salah satu inovasi produk hijau PLN untuk mempermudah pelanggan dalam pembelian serta mendapatkan pengakuan atas penggunaan energi terbarukan yang sudah ada di Indonesia.
“Apabila diperlukan, kami juga siap melengkapi kebutuhan industri smelter nasional dengan memberikan produk dan layanan yang inovatif, seperti total solusi kebutuhan listrik, serta Green Product seperti REC,” ucapnya. (man/*)